Fitokimia
Asslammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bismillaahirrahmaanirrahiim..
Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah segala jenis zat kimia atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan buah-buahan. Dalam penggunaan umum, fitokimia memiliki definisi yang lebih sempit. Fitokimia biasanya digunakan untuk merujuk pada senyawa
yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi normal
tubuh, tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan atau
memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit.
Karenanya, zat-zat ini berbeda dengan apa yang diistilahkan sebagai
nutrien dalam pengertian tradisional, yaitu bahwa mereka bukanlah suatu
kebutuhan bagi metabolisme normal, dan ketiadaan zat-zat ini tidak akan mengakibatkan penyakit defisiensi, paling tidak, tidak dalam jangka waktu yang normal untuk defisiensi tersebut.
EKSTRAKSI
DAN UJI FITOKIMIA Sonneratia alba
Abstrak
Sonneratia alba diindikasikan memiliki beberapa senyawa
metabolit sekunder didalamnya, maka diperlukan pengujian untuk menentukuan
senyawa apa saja yang terkandung didalamnya. Pengujian senyawa metabolit
sekunder yang terkandung didalam sampel daun Sonneratia alba dilakukan dengan tiga tahap pengujian, yaitu
maserasi, fraksinasi, dan pengujian fitokimia. Pada sampel Sonneratia alba,
dapat diindikasikan memiliki kandungan fenol, saponin, triterpenoid, dan tanin.
Kata kunci :
Sonneratia alba, metabolit sekunder, uji fitokimia,
Pendahuluan
Senyawa metabolit
sekunder adalah jenis senyawa yang dihasilkan oleh mahluk hidup untuk
mempertahankan dirinya dari gangguan seperti predator dihabitatnya. Sesuai
namanya, senyawa ini dihasilkan suatu organisme bukan untuk kebutuhan utamanya
seperti keperluan pertumbuhan dan perkembangannya, atau yang biasa disebut
metabolit sekunder. Karena sifatnya yang tidak esensial bagi mahluk hidup yang
mehasilkannya, maka senyawa metabolit sekunder dapat dimanfaatkan oleh mahluk hidup
lain sebagai senyawa yang dapat mengobati penyakit atau memperkuat tingkat
kekebalan mahluk hidup terhadap penyakit.
Terdapat beberapa
jenis senyawa metabolit sekunder yang umum ditemukan disuatu organisme.
Diantaranya adalah alkaloid, terpenoid, glikosida, steroid, saponin,
penicillin, tanin, dan masih banyak lagi. Tumbuhan mangrove Sonneratia alba dan Avicennia marina adalah sebagian contoh kecil tumbuhan yang
memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder seperti yang disebutkan diatas.
Pengujian kandungan
senyawa metabolit sekunder dilakukan dengan memaserasi sampel dengan pelarut
metanol, kemudian dilakukan proses fraksinasi untuk memperoleh senyawa yang
memiliki tingkat kemurnian yang lebih tinggi, yang kemudia barulah
diidentifikasi dengan pengujian fitokimia untuk mengetahui kandungan senyawanya
yang lebih spesifik.
Bahan dan Metode
Bahan sampel yang
digunakan adalah sampel kering daun Sonneratia alba sebanyak 25 gram yang
dimaserasikan dengan 250 mL pelarut metanol didalam labu Erlenmeyer selama 3x24
jam. Kemudian hasil maserasi tersebut dikeringkan dengan rotary evaporator
untuk memperoleh ekstrak kasarnya. Kemudian sebagian sampel ekstrak kasar
dilarutkan dengan air yang kemudian akan dilakukan ekstraksi bertingkat didalam
corong pisah dengan pelarut n-heksan, etil asetat dan butanol. Kemudian ekstrak
kasar tersebut dilakukan pengujian kandungan senyawa fitokimianya. Pengujian
ini menggunakan berbagai pereaksi tergantung senyawa apa yang akan
diidentifikasi. Pada pengujian senyawa alkaloid, sampel direaksikan dengan 2 mL
CHCl3, 3 tetes NaOH, 1 mL H2SO4, dan pereaksi
Meyer, yang hasil positifnya akan ditandai dengan terbentuknya endapan putih.
Pada pengujian flavonoid, sampel dilarutkan dengan metanol dan ditetesi
masing-masing oleh H2SO4, amil alkohol, dan NaOH, yang
hasil positifnya ditandai dengan perubahan warna menjadi merah bata. Pada
pengujian fenolik, sampel larutkan dengan etanol dan ditetesi serbuk FeCl3,
yang hasil positifnya ditandai dengan terbentuknya larutan berwarna biru ungu. Selanjutnya
pada uji saponin, sampel dididihkan dengan aquades dan ditambahkan beberapa
tetes HCl, yang hasil positifnya ditandai terbentuknya busa. Selanjutnya pada
uji steroid/triterpenoid, sampel direaksikan dengan CHCl3 dan
diteteskan pereaksi Liebherman-Buchard yang hasil positifnya akan tetbentuk
larutan berwarna biru untuk steroid, dan merah untuk triterpenoid. Dan pada
pengujian tanin, sampel di teteskan aquades dan FeCl3, yang kemudian
hasil positifnya ditandai dengan terbentuknya larutan berwarna hijau atau biru
kehitaman.
Hasil dan Pembahasan
Tabel 1. Tabel Pengamatan Maserasi
Berat Sampel
(gram)
|
Hari Ke-
|
Warna
Filtrat
|
Volume
Filtrat (mL)
|
Berat
Ekstrak (gram)
|
Rendemen (%)
|
25
|
1
|
Hijau Tua (Gelap)
|
218
|
6,3
|
25,2%
|
2
|
Coklat
|
230
|
|||
3
|
Coklat Bening
|
248
|
Pada proses ekstraksi senyawa
metabolit sekunder yang terdapat pada serbuk kering daun Sonneratia alba menggunakan teknik maserasi dengan menggunakan
pelarut polar metanol dengan perbandingan 1:10 terhadap berat sampel,terjadi
perubahan warna pelarut seiring pergantian pelarut setiap harinya. Pada 24 jam
pertama perendaman sampel, warna pelarut
menjadi berwarna hijau tua dan cenderung terlihat gelap, hal ini menunjukan
bahwa pada hari 24 jam pertama perendaman, pelarut sudah mampu menarik senyawa
bioaktif yang cukup banyak dari dalam sampel. Hal ini dapat disebabkan karena
sifat pelarut yang polar, karena sebagian besar senyawa bioaktif bersifat polar
pula. Sesuai prinsip ”like dissolve like”,
dimana suatu senyawa akan atau lebih mudah larut pada larutan yang memiliki
tingkat polaritas yang sama. Lalu dilakukan proses penyaringan hasil maserasi
untuk mengganti pelarut. Hal ini dilakukan untuk menarik sebanyak mungkin
senyawa bioaktif yang terkandung didalam sampel. Volume filtrat yang didapat
pada 24 jam pertama adalah 218 mL. terjadi pengurangan volume pelarut, yaitu
yang awalnya sebanyak 250 mL menjadi 218 mL, hal ini disebabkan oleh penyerapan
volume pelarut oleh serbuk sampel. Setelah proses penyaringan, residu dimasukan
kembali dan dimasukan pula pelarut metanol sebanyak 250 mL untuk proses
perendaman pada waktu 24 jam selanjutnya. Volume filtrat yang didapat adalah
230 mL dengan warna pelarutmenjadi berwarna cokelat. Selanjutnya dilakukan
proses perendaman residu untuk 24 jam yang ketiga. Volume filtrat yang didapat
adalah 248 mL dengan warna pelarut menjadi cokelat bening. Hal ini menunjukan
bahwa sebagian besar senyawa bioaktif yang terkandung didalam sampel sudah
larut oleh pelarut metanol.
Tabel 2. Tabel Pengamatan Evaporasi
Filtrat
|
Suhu (oC)
|
Kecepatan
Rotary (rpm)
|
Waktu
(menit)
|
Keterangan*
|
Polar
|
65 dan 81
|
200
|
316
|
Pada 52 menit terakhir evaporasi suhu dinaikan
menjadi 81, karena diindikasikan bahwa pelarutnya bukan metanol, melainkan
isopropyl alkohol
|
Proses selanjutnya adalah proses evaporasi untuk
memisahkan senyawa bioaktif dan pelarut agar didapatkan ekstrak kasar. Proses
evaporasi ini dilakukan dengan bantuan alat rotary
evaporator yang mampu menguapkan pelarut dan menghasilkan esktrak hasil
evaporasi. Alat tersebut diatur dengan kecepatan 200 rpm dan 65ºC, sesuai titik
didih pelarut metanol. Namun setelah 264 menit proses evaporasi, masih sangat
banyak pelarut yang belum teruapkan. Lalu suhu evaporasi dinaikan menjadi 81ºC
dan ternyata proses evaporasi berlangsung lebih cepat, dengan mengahabiskan
waktu selama 52 menit. Penaikan suhu ini disebabkan indikasi terjadinya
kontaminasi senyawa metanol yang bercampur dengan isopropil alkohol.
Tabel 3. Tabel Pengamatan Fraksinasis
Fraksi
|
Volume (mL)
|
Waktu (menit)
|
N-heksana
|
15
|
5
|
Etil asetat
|
17
|
8
|
Butanol
|
18
|
15
|
Air
|
10
|
-
|
Setelah didapatkan
ekstrak pekat hasil dari proses maserasi dan evaporasi, selanjutnya beberapa
gram ekstrak pekat akan dilarutkan dengan aquades dengan volume tertentu.
Setelah dihomogenkan, larutan ekstrak-aquades dimasukan kedalam corong pisah
dan ditambahkan pelarut n-heksana dengan perbandingan volume 1:1 dan dikocok
selama beberapa waktu untuk mempercepat reaksi antara kedua larutan tersebut.
Setelah proses pengocokan dan corong pisah didiamkan selama beberapa waktu,
maka akan didapatkan 2 lapisan yang terpisah yaitu lapisan air dan lapisan
larutan non-polar. Kemudian kedua larutan tersebut dipisahkan dengan membuka
katup corong pisah hingga larutan air perlahan-lahan keluar. Setelah keluar
seluruhnya, larutan air akan dimasukan kembali kedalam corong pisah yang
kosong. Volume n-heksan yang didapat adalah 15 mL.
Larutan air yang
sudah berada didalam corong pisah kemudian ditambahkan perlarut semi-polar
dengan perbandingan sebesar 1:1 dan dikocok selama beberapa waktu untuk
mempercepat reaksi antara kedua larutan tersebut. Setelah proses pengocokan dan
corong pisah didiamkan selama beberapa waktu, maka akan didapatkan 2 lapisan
yang terpisah yaitu lapisan air dan lapisan larutan etil asetat. Kemudian kedua
larutan tersebut dipisahkan dengan membuka katup corong pisah hingga larutan
air perlahan-lahan keluar. Setelah keluar seluruhnya, larutan air akan
dimasukan kembali kedalam corong pisah yang telah kosong. Volume etil asetat
yang didapat adalah 17 mL
Larutan air yang
sudah berada didalam corong pisah kemudian ditambahkan perlarut polar dengan
perbandingan sebesar 1:1 dan dikocok selama beberapa waktu untuk mempercepat
reaksi antara kedua larutan tersebut. Setelah proses pengocokan dan corong
pisah didiamkan selama beberapa waktu, maka akan didapatkan 2 lapisan yang
terpisah yaitu lapisan air dan lapisan larutan butanol. Kemudian kedua larutan
tersebut dipisahkan dengan membuka katup corong pisah hingga larutan air
perlahan-lahan keluar volume butanol
yang didapat adalah 18 mL dan volume air sebanyak 10 mL.
Tabel 4. Tabel Pengujian Fitokimia
Pengujian
|
Hasil
Positif
|
Hasil
Praktikum
|
Ket
|
|
Alkaloid
|
Meyer
|
Endapan
putih
|
Tidak
terdapat endapan
|
-
|
Wagner
|
Endapan
coklat merah
|
Tidak
terdapat endapan
|
-
|
|
Flavonoid
|
Amil
alkohol + HCl pekat + bubuk Mg
|
Orange
atau merah atau kuning atua cokelat
|
Tidak
ada perubahan warna
|
-
|
NaOH
10 %
|
Tidak ada perubahan warna
|
-
|
||
H2SO4
2N
|
Tidak
ada perubahan warna
|
-
|
||
Fenol
|
Warna
biru ungu
|
Warna
menjadi hijau
|
+
|
|
Saponin
|
Terbentuk
busa yang stabil dan tidak hilang
|
Busa tidak
hilang
|
+
|
|
Steroid/
Triterpenoid
|
Steroid
|
Biru/ungu
|
Ada
perubahan warna ungu gelap
|
-
|
Triterpenoid
|
Merah
|
Berubah
warna menjadi merah tua
|
+
|
|
Tanin
|
Warna
biru tua atau hijau kehitaman
|
Ada
perubahan warna
|
+
|
Keterangan :
(++) : Positif kuat
(+) : Positif lemah
(-) : Negatif
Proses selanjutnya
adalah uji fitokimia yang terkandung pada ekstrak. Proses
ini dilakukan untuk pengidentifikasian senyawa metabolit sekunder yang
terkandung didalam ekstrak sampel kering serbuk daun S. alba. Hampir semua uji menunjukan hasil positif, terkecuali pada
uji alkaloid dan flavonoid. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan sifat
pelarut uji dan senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid yang bersifat
semi-polar dan flavonoid yang bersifat polar. Atau dapat disebabkan pula karena
memang tidak terkandung senyawa tersebut pada jenis spesies S. alba. Lain halnya dengan pengujuan fenol yang bersifat polar dan diujikan
dengan senyawa HCl yang juga bersifat polar, sehingga terbentuk busa saponin.
Dan kandungan senya steroid/tritepenoid dan tannin yang mampu menunjukan reaksi
perubahan warna yang mengindikasikan bahwa ketiga senyawa terseebut terkandung
didalam ekstrak serbuk kering daun S. alba.
Sementara, pada penelitian yang
dilakukan Suwendiyanti (2013) menunjukan hasil yang berbeda. Pada penelitian
tersebut menunjukan bahwa pada bagian akar dan daun Avicennia marina, yang masih berkerabat dekat dengan S. alba memiliki kandungan senyawa
flavonoid pada bagian akar dan daun, sementara hasil negatif pada senyawa
alkaloid dibagian akar dan daun, senyawa fenolik dan saponinyang hanya
ditemukan pada bagian akar, dan senyawa triterpenoid dan tanin yang hanya
ditemukan pada bagian daun. Kemungkinan perbedaan kandungan senyawa ini dapat
disebabkan oleh perbedaan pengambilan lokasi sampel yang mempengaruhi perbedaan
laju metabolisme terhadap tingkat spesies yang sama. Selain itu faktor
kontaminan pada saat pengujian sampel dapat menpengaruhi kesalahan dalam
pengidentifikasian senyawa metabolit sekunder pada Avicennia marina dan juga ketidak cocokan tingkat polaritas
pereaksi yang digunakan terhadap metabolit sekunder yang akan diidentifikasi,
karena umumnya senyawa yang diidentifikasi ini bersifat polar, maka diperlukan
pereaksi polar untuk menarik senyawa metabolit sekunder yang terkandung pada
sampel uji, begitu pula sebaliknya apabila senyawa yang akan diindikasikan
terdapat pada sampel uji bersifat non-polar, maka diperlukan pula pereaksi
non-polar untuk proses pengidentifikasian.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, sampel serbuk daun
Sonnertia alba terdapat senyawa metabolit sekunder yaitu fenol, saponin,
triterpenoid, dan tanin. Untuk mendapatkan hasil yang akurat diperlukan keadaan dan
pengerjaan yang aseptis, karena kontaminasi dari bahan asing menyebabkan
perubahan dalam pengamatan, dan juga pengamatan yang teliti agar tidak
menyebabkan kesalahan penentuan hasil uji fitokimia,
selain itu faktor sifat polaritas pelarut akan mempengaruhi proses
pengidentifikasian senyawa metabolit sekunder.
Ucapan Terima Kasih
Penulis ucapkan terima kasih yang amat sangat kepada Allah SWT., karena
berkat ridho-Nya jurnal ini dapat dibuat, dan kepada orang tua, yang telah
memberikan dukungan.
Daftar Pustaka
Anggadiredja,
J., Irawati. 2006. Rumput Laut:
Pembudidayaan, Pengolahan, dan Pemasaran Komoditas Perikanan Pontensial.
Jakarta: Penebar Swadaya.
McCullough, Majorie L, et all. 2012. Flavonoid
Intake and Cardiovascular Disease Mortality in a Prospective Cohort of US
Adults. The American Journal of Clinical
Nutrition. Vol. 95 Hal. 454-464.
Rasyid,
Abdullah . 2012. Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder-Serta Uji Aktivitas
Antibakteri dan Antioksidan Ekstrak Metanol Teripang Stichopus hermanii. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 2, Hal. 360-368.
South Africa National Biodiversity Institute.
2010. Threatened Species: A Guide to Red
List and Their Use In Conservation. Threatened Species Programme. Pretoria:
Afrika Selatan. Hal 28.
Suparno. 2005. Kajian
Bioaktif Spons Laut (Forifera:Demospongiae) Suatu Peluang Alternatif
Pemanfaatan Ekosistem Karang Indonesia Dalam Dibidang Farmasi. Institut Teknologi Bogor. Bogor.
Suwendiyanti,
Ratna. 2013. Efektivitas Ekstrak Akar,
Batang, Kulit Batang, Daun, dan Fraksi Avicennia marina Sebagai Antioksidan.
Jatinangor: Universitas Padjadjaran.
Thenmozhi,
A., et all. 2012. Secondary Metabolite screening, Bioactive compound
extraction, and Disruption Mitotic Activity of Wild Cabbage [Brassicaceae]
towards Cancer Management. Asian J.
Pharm. Issue 1, Hal 19-31.
Widowati, Wahyu. 2011. Uji Fitokimia dan Potensi Antioksidan Ekstrak
Etanol Kayu Secang(Caesalpinia sappan
L.). Jurnal
Kedokteran Universitas Kristen Maranatha.
Sekian penjelasan tentang fitokimia beserta ekstraksi dan uji fitokimia, semoga bermanfaat saya ucapkan terima kasih sudah berkunujung ke blog saya . Assalammualaykum See u next time !!
Comments
Post a Comment